Here's my creations that I can find in this time. Not my all creation that I have. But I hope it's can be describe my done.

Friday, March 17, 2006

I'm on indoproperty.com

first time I was turned in Jakarta's journalism forest

Indoproperty.com adalah hutan jurnalistik pertama yang aku tualangi saat datang ke Jakarta ini. Pada media online milik broker property terbesar di Indonesia (Ray White) inilah aku mengecap pahit manisnya menjadi kuli tinta di ibukota.

Ada senengnya dan tentu saja banyak juga sedihnya. Yang jelas, belantara media di jakarta ini nyata-nyata lebih kejam dibandingin dunia media di Solo dan Semarang dimana aku juga sempat belajar berburu berita di dalamnya.

Untungnya indoproperty cukup baik di bidangnya. Meski bukan yang terbaik di bidang media, namun media online ini merupakan yang terbaik di bidang liputan property. Banyak memiliki pemimpin institusi property, wirausaha, pemikir, kritikus dan analis bidang property yang merupakan staff perusahaan ini.

Tentu saja aku tak bisa memungkiri bahwa aku harus berterima kasih pada temen-temen yang baik dan mau berbagi ilmu selama aku di indoproperty.com. Sukses selalu buat kalian. Salam kangen dan salut dariku.... cheers!

Wednesday, February 22, 2006

I'm on JAWAPOS

Monday, February 06, 2006

I'm on Solopos Daily News

I'm on Suara Merdeka

I'm on Suara Merdeka

Friday, February 03, 2006

I'm on Bernas Daily News

Thank for You Bernas

Bernas-Yogyakarta, adalah salah satu harian yang sering berbaik hati mempublis tulisan-tulisanku. Dari bernas salah satunya aku mendapatkan pengalaman bahwa menulis itu banyak keuntungannya.

Hobi menulis ternyata memang mengasyikan. Selain mengurangi beban di otak dengan mengeluarkannya dalam bentuk tertulis ternyata juga lebih terdokumentasi dan tentu saja menghasilkan sedikit uang yang cukup lumayan.
Aku selalu terkenang pada kenangan manis dari tulisan saat aku masih kuliah di Solo. Setiap tulisanku dimuat oleh harian Bernas. Aku selalu naik kereta pramek buat mengambil honor sekaligus refreshing.
Kebetulan stasiun kereta deket dengan Malioboro. Tak lupa aku mampir ke toko Gramedia Jogja buat sekedar membeli satu dua buah buku. Kebetulan sekali kantor Bernas bersebelahan dengan toko Gramedia. Wah... bener-bener klop banget.
Aduuuh gara-gara nulis ini aku jadi kangen nih ama Jogja. Eh... terkadang aku juga ke Jogja dengan naik bis. Nah ... aku jadi inget biasanya kalo naek bis aku selalu mampir di warung rawon depan terminal Jogja. mmmmm... rawonnya mantep juga loh.
Dah ah... ntar jadi sedih karena kangen ma Jogja. I miss u Jogja....

Wednesday, January 25, 2006

sinarharapan-iptek



Komik ”Archi dan Meidy”
Upaya Memperkenalkan Iptek pada Anak-anak


Oleh ROKHMAH SUGIARTI

Gencarnya pertumbuhan komik dunia, berimbas pada perkembangan komik di Indonesia. Terhitung lebih dari 90 persen komik yang beredar di Indonesia merupakan komik buatan luar negeri. Akibatnya, perbedaan kebudayaan acapkali membuat komik memberikan pengaruh buruk terhadap pembacanya. Apalagi pembaca komik di Indonesia sebagian besar adalah anak-anak. Padahal banyak komik luar negeri, khususnya yang memuat kekerasan dan pornografi, memang bukan ditujukan untuk anak-anak.
Perkembangan komik Indonesia dari segi kualiatas memang menyedihkan. Namun tidak dalam segi kuantitas. Pembaca komik semakin hari malah semakin bertambah. Jarak umur untuk pembaca komik juga semakin luas. Karena sifatnya yang menghibur, komik dinilai sebagai sarana yang cocok untuk menyampaikan suatu pesan. Terutama anak-anak yang akan lebih mudah untuk membaca komik dibandingkan membaca buku pelajaran.
Beranjak dari fenomena inilah, seorang doktor di bidang ilmu fisika, Yohanes Surya, berniat membuat sebuah komik ilmu pengetahuan. Menurut laki-laki yang saat ini menjabat Presiden TOFI (Tim Olimpiade Fisika Indonesia) itu, komik sebenarnya merupakan sarana yang paling baik untuk mendidik anak-anak. Hanya saja, komik yang beredar di Indonesia, masih banyak yang kurang mendidik. Akibatnya, tanggapan orang tua dan masyarakat terhadap komik di Indonesia sangat negatif dan potensi edukasi komik pun diabaikan.
Berangkat dari pengetahuan dan pengalamannya bahwa fisika itu mengasyikkan karena berbagai hal yang terjadi di sekeliling manusia dapat dijelaskan secara pengetahuan, Yohanes menganggap komik merupakan media pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang potensial. Komik menjadikan IPA bisa dikemas secara populer.
Ide untuk memunculkan komik ilmu pengetahuan ini akhirnya terealisasi setelah Yohanes Surya bertemu penerbit Megindo yang menelurkan majalah Gamestation, Animonster, dan Cinemags dan tertarik dengan gaya ilustrasi gambar di majalah ini. Megindo yang konon juga mempunyai tekad hendak memajukan perkomikan di Indonesia, menyambut baik ide kerja sama tersebut.
Dibantu oleh tim komik dari Megindo Tunggal Perkasa, Wendy Chandra, MsBA sebagai pembuat cerita serta karakter serta Lee Julian sebagai ilustrator maka dimulailah proses pembuatan. komik pendidikan tentang IPA yang rencananya akan terbit secara berkala dengan topik berbeda setiap seri.

Komik Pendidikan
Komik yang diberi nama ”Serial Misteri Ilmu Pengetahuan, Archi & Meidy” ini sekaligus menjadi komik pendidikan pertama di Indonesia.
Komik ”Archi & Meidy” merupakan komik yang bernuansa pendidikan dan sains. Bercerita tentang petualangan Archi dan Meidy, dua anak kembar yang selalu berusaha memecahkan misteri di sekeliling mereka dengan menggunakan ilmu pengetahuan.
Tokoh utama mereka, Archi dan Meidy diceritakan bahwa mereka dilahirkan oleh sebuah keluarga bahagia dengan ibu seorang desainer dan mantan peragawati. Ayah mereka seorang arsitek. Mereka adalah kawan baik dari Prof.Yosu yang mengajar di SDN 1000. Ketika Archie dan Meidy lahir, Prof. Yosu diberi teka-teki untuk menentukan mana Archi dan Meidy yang beratnya hanya berbeda sedikit. Dengan kejeniusannya, Prof. Yosu berhasil memecahkan persoalan ini dengan hukum Archimedes. Jadilah nama anak itu Archie dan Meidy.
Komik ini berisikan penggalan-penggalan cerita kisah Archi dan Meidy. Tiap cerita berisikan satu konsep IPA. Melalui dialog-dialog yang khas dari Archi dan Meidy, pada tiap penggalan cerita, para pembaca secara tidak sadar dibawa untuk belajar konsep-konsep IPA. Secara tidak sadar pembaca akan menyukai IPA dan diharapkan IPA tidak akan menjadi momok lagi, tetapi dapat dijadikan sahabat sehingga para pembaca terutama para siswa SD dan SMP semakin menyukai IPA.
Pada edisi pertama ini, konsep IPA yang diberikan berkisar sekitar air yaitu sifat-sifat air seperti selalu mencari tempat yang rendah, tegangan permukaan, hukum Archimedes serta hukum-hukum fisika lainnya.
Kisah petualangan ”Archi & Meidy” edisi pertama ini diterbitkan dengan tebal 128 halaman ditambah sisipan mini poster. Di setiap seri komik yang terbit, rencananya selalu ada bonus cerita tambahan, yaitu Archi Meidy yang sudah beranjak dewasa. Cerita di sini lebih bersifat science fiction tapi masih tetap mengandalkan rahasia-rahasia fisika. Archi dan Meidy di sini sudah berusia 22 tahun. Mereka bakal mengarungi dunia masa depan yang serba canggih. Namun kecanggihan dunia, tidak akan bisa menolak bencana alam yang juga dibuat oleh manusia sendiri. Nah, tugas Archi dan Meidy adalah menyelamatkan bumi dari kehancuran.
Buku pertama ini masih merupakan tahap perkenalan. Kasus-kasus yang dipecahkan Archi dan Meidy masih ringan. Jadi pembaca bisa lebih mengenal karakter yang ada di buku ini.
Alur cerita yang akan dituangkan di buku ”Archi & Meidy” volume dua dan seterusnya adalah kasus-kasus misteri yang berdasarkan hukum fisika, dan juga persaingan Prof. Yosu dari SDN 1000 dan Prof. Adolf dari SDN 1011. Dua ahli fisika dari dua sekolah yang bersaing mendidik murid-muridnya menjadi juara IPA nasional. Namun Prof. Adolf sering menggunakan cara-cara tidak semestinya. Nah, di sini Archi dan Meidy sering membantu Prof. Yosu dalam menanggulangi segala masalah. Tentunya dengan logika dan teori IPA yang mampu menambah wawasan pembaca terutama kalangan anak-anak.

Belum Indonesia
Komik ”Archi & Meidy” memang merupakan komik pendidikan pertama di Indonesia. Namun dilihat dari sisi gaya komik yang memilih gaya Manga —komik dengan karakter tokoh bermata besar— yang merupakan gaya komik Jepang, tentunya komik ini masih belum bisa dibilang benar-benar Indonesia. Mungkin akan lebih mengindonesia jika dipilih gaya komik lampau Indonesia seperti gaya Jan Mintaraga atau yang lainnya.
Meski begitu, pemilihan gaya yang meniru gaya Jepang tersebut justru menguntungkan. Pasalnya, anak-anak Indonesia sekarang telanjur menggemari gaya komik Manga. Gaya komik yang mirip dengan Komik Jepang yang mendominasi 60 - 80 persen komik yang ada di pasaran membuat komik ini tak diabaikan. Anak-anak yang mengira komik ini sebagai komik yang biasa mereka baca menjadi cepat akrab. Tentu saja harapan yang bagus bisa muncul dari sini. Terbukti, 30.000 eksemplar komik ”Archi & Meidy” sudah habis di pasaran.

Penulis adalah pemerhati pendidikan, bekerja sebagai volunteer di UNICEF Indonesia.

sinarharapan-budaya



Tren Perjuangan Perempuan dalam Sastra
Merangkul Tabu, Meretas Kekerasan Tersamar


Oleh R. SUGIARTI

Hari perempuan sedunia yang jatuh tanggal 8 Maret lalu diperingati dengan cukup provokatif. Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat perempuan di Jakarta menuntut pemerintah dan DPR untuk memprioritaskan hak dan kesejahteraan perempuan (SH, 9 Maret 2002). Bulan ini, perempuan Indonesia pun merayakan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April setiap tahun. Esensi kedua hari penting bagi perempuan adalah sama: memperjuangkan hak-hak perempuan di segala bidang.
Lalu bagaimana perjuangan perempuan di bidang sastra? Ternyata telah muncul fenomena pemberontakan perempuan dalam sastra yang bisa kita sebut spektakuler.
Selama ini, jumlah buku sastra Indonesia boleh dibilang sangat sedikit, apalagi bila dibandingkan dengan negara-negara lain. Lebih parahnya lagi, karya fiksi yang sedikit ini tak banyak yang mempunyai kekuatan untuk menarik perhatian publik. Hingga akhirnya muncul Ayu Utami dengan Saman dan Larung-nya serta Dewi Lestari dengan Supernova.

Membakar Kebekuan
Fiksi sastra yang ditulis kedua pengarang perempuan ini mampu membakar kebekuan gerilya sastra sekaligus meruntuhkan tembok pembatas antara sastra pop dan sastra serius. Keduanya mampu menjadi trend dan dibaca oleh kalangan yang kompleks, mulai dari mereka yang gemar berburu buku-buku porno stensilan hingga doktor-doktor ilmu sastra yang mejanya penuh dengan naskah-naskah seminar. Lalu apa resep mereka dalam mendobrak kebekuan sastra selama ini?
Yang jelas, salah satu kesamaan menonjol dari sisi feminisme kedua novelis perempuan ini adalah keberanian mereka dalam mengemas cinta dan seks dalam bungkus yang benar-benar berbeda. Mereka berani melawan tabu yang selama ini menjadi magma terpendam pada masyarakat yang sarat dengan konvensi-konvensi budaya. Seks menarik justru karena melanggar kenormalan dalam masyarakat tradisional. Melalui perlawanan terhadap tabu ini, mereka meretas fenomena kekerasan tersamar terhadap perempuan, terutama dalam hal seks.
Kehadiran buku-buku ini bagai oase bagi masyarakat yang ”kepanasan” oleh etika timur yang kuat tetapi tak berani melawannya secara frontal. Mengalir deras di tengah masyarakat yang dilanda proses diseminasi sosial yang semakin cepat. Beradaptasi dengan terjadinya proses pelipatgandaan dan penyebaran secara sosial tanda, citra, informasi, dan benda-benda komoditas, khususnya yang bermuatan erotis.
Tanpa disengaja mereka menolak tegas kultur yang menekan eksistensi seks perempuan timur sekaligus mengejek terma dalam masyarakat komoditas, di mana tubuh (body), tanda-tanda tubuh (body signs) serta potensi libido di balik tubuh (libidinal value) menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya komoditas, yang membentuk semacam sistem libidonomics yaitu sebuah sistem ekonomi yang mengeksploitasi setiap potensi libido, semata untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Mereka mampu merepresentasikan seks sebagai eksistensi keperempuanannya, bukan sebagai komoditas masyarakat kapitalis semata.

Eksistensi Seks
Dalam Larung, Ayu menunjukkan keberanian dalam bercerita tentang eksistensi seks perempuan, lewat diary tokoh Cok, tahun 1996: ”Cerita ini berawal dari selangkangan teman-temanku sendiri: Yasmin dan Saman, Laila dan Sihar” (hal.77).
Cerita tentang perselingkuhan Yasmin dan Saman serta kecintaan Laila pada Sihar membawa tokoh-tokohnya bertualang di negeri Paman Sam. Sebuah negeri yang bisa jadi dianggap sebagai media pelarian ketertekanan seksual sang tokoh pada kultur yang membesarkannya. Mungkin karena Amerika–lah yang dianggap negeri yang mampu mewakili representasi eksistensi seksual perempuan. Di mana industri seks-nya melimpah, bahkan ada jenis komoditi yang menjanjikan seks-seks ilegal, bahkan abnormal semisal bondage sadomasochis (seks sadis), voyeurism (ngintip), amateur, mature dan older (orang bangkotan), sampai surveillance sex (dokumentasi seks orang-orang biasa)
Problema-problema seks perempuan, yang selama ini menjadi endapan dalam masyarakat Indonesia yang patriarkal, pecah dalam tingkah laku tokoh-tokoh novel ini. Tokoh Yasmin—yang sempurna, cantik, cerdas, kaya, beragama, berpendidikan, bermoral pancasila, setia pada suami—kembali menemukan kebebasan seksualnya bersama Saman, sang bekas frater.
Itu karena suaminya, Lukas, tak pernah mengolah kekejaman pada dirinya meskipun hanya sebatas imajinasi. Lukas lebih tertarik pada eksplorasi posisi fisik daripada eksplorasi relasi psikis seperti yang dikhayalkan Yasmin. Padahal Yasmin merasa berbeda dengan para perempuan yang mengukuhkan patriarki. Melokalisasinya pada fantasi seksual. ”Mereka menerima dominasi pria sebagai suatu ide yang total dan murni, suatu ideal. Aku menerimanya dan melakukan seksualitas terhadapnya. Mereka menerimanya sebagai nilai moral, aku sebagai nilai estetis.” (hal. 160)
Kerinduan Yasmin kepada Saman lebih karena perasaan superioritasnya terhadap laki-laki ini. ”…Kamu biarkan aku mengikatmu pada ranjang seperti kelinci percobaan. Kamu biarkan jari-jariku bermain-main dengan tubuhmu seperti liliput mengeksplorasi manusia yang terdampar. Kamu biarkan aku menyakitimu seperti polisi rahasia mengintrogasi mata-mata yang tertangkap. Kamu tak punya pilihan selain membiarkan aku menunda orgasmemu atau membiarkan kamu tersiksa tak memperolehnya. Membuatmu menderita oleh coitus interuptus yang harfiah.” (hal. 157)
Eksistensi seksualitas perempuan Indonesia yang selama ini terkungkung budaya patriarki dilibas habis oleh Ayu Utami. Hanya saja, seks yang digambarkan Ayu bukanlah teknik persetubuhan melainkan pemaparan problema yang bisa jadi dialami banyak wanita.
Misalnya cerita tentang bagaimana Cok melepas keperawanannya. Bagaimana mitos kesucian keperawanan membuat Cok membiarkan sang lelaki bermasturbasi dengan payudaranya. ”… tapi membiarkan lelaki masturbasi dengan payudara kita bukanlah pengalaman yang menyenangkan kalau terus-terusan. …Lalu kupikir-pikir, kenapa aku harus menderita untuk menjaga selaput daraku sementara pacarku mendapat kenikmatan? …Aku pun melakukannya, senggama.”
Ejekan atas keperawanan yang menjadi momok pengaturan laki-laki terhadap perempuan dilakukan Ayu melalui tokoh Laila meskipun sosok ini mampu melawan gender keperempuanannya. Semasa sekolah dia paling banyak berlatih fisik. Naik gunung, berkemah, turun tebing, cross country, dan lain-lain jenis olahraga kelompok yang kebanyakan anggotanya lelaki. Juga, tidur bersisian dengan kawan lelaki dalam tenda dan perjalanan. Tapi dialah yang paling terlambat mengenal pria secara seksual. Pada masa itu ada rasa bangga bahwa dia memasuki dunia lelaki yang dinamis.
”…tidak semua anak perempuan bisa melakukan itu, menyangkal hal-hal yang lembek, dan ia merasa ada supremasi pada dirinya.” (hal. 118)
Ternyata supremasi itu tidak dapat dibawa tokoh Laila sampai dewasa. Ia tak bisa masuk ke dalam dunia pria dewasa. Tapi keperawanan Laila yang terjaga —seperti layaknya yang diagungkan budaya Indonesia—justru menjadi problema. Ekspresi libido seks Laila terhambat. Lelaki takut padanya. Keperawanan dinilai sebagai tanggung jawab. Itu sebabnya ia tak bebas ketika telah sama-sama telanjang dengan Sihar. Tak pernah terjadi persetubuhan yang sebenarnya.
Peran tokoh Shakuntala (Tala) yang androgini dimunculkan Ayu secara estetis sebagai representasi kebebasan untuk memilih. Kerinduan Laila pada Sihar membuatnya mampu melihat faktor lelaki pada diri Tala. Gabungan sosok Saman dan Sihar, dua lelaki yang dicintai Laila muncul pada diri Tala. Hingga akhirnya Laila melupakan Tala sebagai perempuan. Ketertarikan Laila ditanggapi Tala sehingga dalam Larung ini muncul sebuah relasi seksual di mana lelaki benar-benar diabaikan.
Dalam hal ini Ayu masih mencoba membela kaumnya. Tala bukanlah seorang androgini yang maniak. Ia hanya ingin menyelamatkan Laila. ”…Kamu berbaring di sisiku dan kulihat air mengalir dari matamu ke arah rambut. …Kupeluk kamu. Aku mengelus di punggung dan mencium di kening. Dan aku tak pergi. Aku tahu kamu belum pernah mengalami orgasme. Juga ketika bercumbu dengannya. Kini tak kubiarkan kamu menemani lelaki itu sebelum kamu mengetahuinya. Sebelum kamu mengenali tubuhmu sendiri.” (hal. 153)
Penggambaran tentang dunia lesbian, yang benar-benar belum bisa diterima kultur Indonesia dilakukan Ayu dengan metafora yang sangat indah.

Jebakan Politik Tubuh
Memang keberanian Ayu Utami dalam Saman dan Larung, juga Dewi Lestari dalam Supernova-nya, bisa menjerumuskan mereka dalam jebakan politik tubuh (body politics), yang terurai dalam tiga terma.
Pertama, ”ekonomi politik tubuh” (political economy of the body) yaitu bagaimana tubuh digunakan dalam berbagai kerangka relasi sosial dan ekonomi, berdasarkan konstruksi sosial atau ”ideologi” tertentu. Persoalan politik tubuh berkait dengan eksistensi tubuh dalam kegiatan ekonomi-politik, dilihat dalam berbagai relasi sosial.
Kedua, ”ekonomi politik tanda (tubuh)” (political economy of signs) yaitu bagaimana tubuh diproduksi sebagai tanda-tanda di dalam sebuah sistem ekonomi pertandaan (sign system) masyarakat informasi yang membentuk citra, makna, dan identitas tubuh di dalamnya. Politik tanda berkaitan dengan eksistensi tubuh (pria atau wanita) yang dieksploitasi sebagai tanda atau komoditas tanda (sign comodity) dalam berbagai media.
Ketiga, ”ekonomi politik hasrat” (political economy of desire) yaitu bagaimana sistem ekonomi menjadi sebuah ruang berlangsungnya pelepasan hasrat dari berbagai kungkungan, dan penyalurannya lewat berbagai kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi). Dalam ekonomi-politik hasrat, sifat-sifat rasionalitas ekonomi dikendalikan sifat-sifat irasionalitas hasrat.
Ketika kreativitas ekonomi dikuasai dorongan hasrat dan sensualitas, yang tercipta adalah sebuah ”budaya ekonomi”, yang dipenuhi berbagai strategi penciptaan ilusi sensualitas, sebagai cara untuk mendominasi selera (taste), aspirasi, dan keinginan masyarakat dieksploitasinya. Sensualitas dijadikan kendaraan ekonomi dalam rangka menciptakan keterpesonaan dan histeria massa (mass hysteria) sebagai cara mempertahankan kedinamisan ekonomi.
Akibatnya, apa yang beroperasi di balik aktivitas ekonomi adalah semacam ”teknokrasi sensualitas” (technocracy of sensuality)—di dalamnya nilai-nilai budaya ekonomi ditopengi tanda-tanda sensualitas, yang menciptakan semacam ”erotisasi kebudayaan”. Berbagai bentuk khayalan lewat voyeurisme diciptakan, yang mengondisikan orang memuja ”citra tubuh”.
Bisa jadi ekspresi kebebasan dua perempuan pengarang ini dijadikan media penumpahan keliaran libido laki-laki. Ekspresi perlawanan terhadap kekerasan tersamar dalam ranah seks perempuan, justru menjadi perangsang laki-laki untuk membacanya. Bukan untuk menyelami ketertekanan perempuan tapi sebagai media eskapisme erotisme otak mereka.
Namun, memang tak gampang meretas kultur yang telah tertanam kuat. Yang jelas, setidaknya mereka berdua telah memulainya dan berhasil menarik perhatian publik. Setapak langkah perbaikan telah dimulai dari dunia sastra.

Penulis adalah Relawan pada UNICEF Indonesia, Pengamat Perempuan & Budaya.


Tuesday, January 24, 2006

beritajakarta.com-ekonomi



EKONOMI

23 Januari 2006
Sudin Indag dan Pengusaha Tahu se-Jaktim Akan Gelar Makan Tahu Bersama


Foto: Rohmah

Guna membuktikan bahwa pengusäha tahu di Jakarta Timur tidak menggunakan formalin dan bahwa pewarna kimia, Sudin Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Kotamadya Jakarta Timur mengundang pengusaha tahu se-Jakarta Timur untuk demo menggoreng tahu dan menikmati hasil produksinya secara bersama-sama di Kantor Walikotamadya Jakarta Timur.

“Ada 83 pengusaha tahu di Jakarta Timur saat ini, dan mereka ini menggoreng tahu untuk dinikmati bersama di sini usai senam Jumat pagi tanggal 27 mendatang, untuk menunjukkan bahwa tahu mereka tidak menggunakan formalin,” ujar Kepala Sudin Indag Jakarta Timur, Drs. Sukirno, kepada Media Online Jakarta Timur, di kantornya, Jumat kemarin (20/01).

Pada waktu yang sama, hadir 30 pengusaha tahu tradisional yang mewakili pengusaha tahu di Jakarta Timur untuk membuat pernyataan bahwa tahu mereka tidak menggunakan formalin dan pewarna kimia. “Mereka mewakili pengusaha tahu yang ada di 10 kecamatan di Jakarta Timur, hari ini siap menyatakan bahwa usaha dan produksi mereka tidak menggunakan formalin dan bahan pewarna kimia,” papar Sukirno.

Selain itu mereka juga sepakat untuk segera melaporkan ke Sudin Indag Kotamadya Jakarta Timur jika diketahui ada pengusaaha tahu yang menggunakan bahan-bahan terlarang tersebut.

Liputan Rohmah

beritajakarta.com-Pembangunan




30 Desember 2005

Tahun 2006, Sudin PU Tata Air Jaktim Akan Perluas Resapan Air Situ Rawa Bamboon


Foto: Rodin

Sudin PU Tata Air Kotamadya Jakarta Timur pada 2006 mendatang akan memperluas resapan air atau parkir air di kawasan situ Rawa Bamboon, Kecamatan Ciracas yang masuk dalam dedicated program. Hal tersebut dilakukan karena kondisi waduk yang cukup baik, dan mampu mengantisipasi serta mengurangi debit yang ada, semisal di kawasan Cilangkap, Ciracas, dan sekitarnya.

“Sesuai dengan sasaran strategi yang ingin kita capai, 2006 ada dedicated program untuk memperluas resapan air,” ujar Kepala Suku Dinas PU Tata Air Kotamadya Jakarta Timur, Ir. H. Agus Karsono Dawoed, kepada Media Online Jakarta Timur, di kantornya, Jumat (30/12).

Perluasan waduk yang sudah sesuai dengan perencanaan kota tersebut, menurutnya mencapai nilai Rp. 15 miliar. “Jadi saya kira hal itu sangat bermanfaat nilainya cukup besar untuk tahun 2006 di situ Rawa Bamboon. Dan ini akan ditangani oleh wilayah yaitu Suku Dinas PU Tata Air Kotamadya Jakarta Timur,” katanya.

Ditambahkan Agus, tahun 2005 pihaknya telah membuat Surat Keputusan (SK) yang mengacu kepada Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta guna membangun salah satu waduk di Ceger yang relasisasinya 2006 mendatang. Berkaitan dengan hal tersebut, kalau dilihat kemajuan di bidang tata air menurutnya sangat kecil. “Water rasio untuk DKI 8 persen, Kita di Timur paling sekarang yang kita capai sekitar 4 persen. Setiap tahunnya hanya sekitar 0,2 persen penambahannya,” paparnya.

Liputan Rohmah

beritajakarta.com-Pemerintahan




27 Desember 2005
Walikota Jaktim: Tahun 2006 Kantor Pemerintah Prioritas Bebas Rokok

Foto: Rodin

Sehubungan dengan ditetapkannya wilayah Propinsi DKI Jakarta sebagai kawasan bebas rokok pada 2006 mendatang, Walikotamadya Jakarta Timur Dr. Koesnan Abdul Halim, SH, memprioritaskan kantor-kantor pemerintah sebagai kawasan bebas rokok untuk program tahun 2006.

“Nah, di kantor Kecamatan, Kelurahan, suku dinas, sekolah, dan rumah sakit ini, prioritas kita. Pokoknya program saya 2006 ini kantor-kantor pemerintah harus menjadi prioritas,” ujar Koesnan, seusai acara Evaluasi Fisik Tahap I oleh Kementrian Lingkungan Hidup, di Ruang Pola Kantor Walikotamadya Jakarta Timur, Selasa (27/12).

Daerah bebas rokok yang diatur dalam Perda Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) No. 2 tahun 2005, dalam pasal 41 menyebutkan, mereka yang melanggar aturan dikenai sanksi berupa kurungan 6 bulan/denda maksimal 50 juta. Koesnan mengatakan, bahwa yang harus menangkap adalah PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil). “Ditangkap kemudian dikirim ke polisi, diverbal, kirim ke pengadilan lalu disidangkan. Nah, sebelum masuk ke situ barangkali sanksi sosial dan administratif bisa kita terapkan,” ujarnya.

Liputan Rohmah

beritajakarta.com-Pemerintahan


28 Desember 2005
Pusbinroh Kodya Jaktim Gelar Forum Silaturrahim Para Pengelola dan Penceramah


Foto: Rohmah

Walikotamadya Jakarta Timur Dr. Koesnan Abdul Halim SH., sangat menyambut baik acara Forum Silaturrahim Para Pengelola dan Penceramah Pusbinroh Kotamadya Jakarta Timur, seperti yang digelar di Ruang Pola Kantor Walikotamadya Jakarta Timur, Selasa kemarin (27/12). Walikota pun berharap, forum seperti itu dapat terus dikembangkan dalam berbagai kesempatan.

“Ïnsya Allah forum ini akan sangat bermanfaat sebagai salah satu sarana melakukan strategi pelayanan pembinaan rohani pegawai yang sesuai dengan tuntutan perkembangan pembangunan Nasional,” pesan Walikota, sebagaimana disampaikan oleh Wakil Walikotamadya Jakarta Timur Drs. H. Abdul Sani Hutajulu, Selasa (28/12), saat menyampaikan pointer sambutan Walikotamadya Jakarta Timur pada acara Forum Silaturrahim Para Pengelola dan Penceramah Pusbinroh Kotamadya Jakarta Timur.

Walikota mengungkapkan, dalam pembinaan rohani pegawai ada prinsip-prinsip yang sudah tidak relevan dengan peningkatan kinerja pegawai dan ada prinsip-prinsip dakwah yang sudah harus ditinggalkan karena kurang relevan lagi dengan perkembangan era sekarang ini. Hal tersebut, seperti pembahasan hal-hal yang sifatnya Khilafiyah, kemudian bertahan pada prinsipnya sendiri, seakan-akan hanya dia sendiri yang benar, sedangkan yang lainnya salah.

Dalam kesempatan ini Walikota berpesan, agar kegiatan ini dapat memberikan manfaat yang lebih besar, perlu ditindaklanjuti dalam bentuk yang nyata oleh seluruh pesertanya. “saya berharap agar segala sesuatu yang telah kita peroleh dari acara yang singkat ini dapat dikembangkan dengan lebih baik, lebih efektif dan diberdayakan guna membangun kebersamaan dan meningkatkan kinerja pegawai yang lebih baik,” pesannya.

Sementara itu hadir sebagai nara sumber dalam acara Forum Silaturrahim Para Pengelola dan Penceramah Pusbinroh Kotamadya Jakarta Timur, Prof Dr. KH. Mustafa Yacub MA. Sedangkan tema yang diangkat dalam acara tersebut, “Silaturrahim Membangun Kebersamaan dan Meningkatkan Kinerja Pegawai.”

Liputan Rohmah